PENYAKIT SEKS LEMAH SYAHWAT
Seratus tahun yang lalu
, pembahasan umum seksualitas dan kenikamtan seksual belum bisa diterima. Para
ilmuwan yang berusaha mengkaji seks dianggap bersalah oleh rekan= rekan
sejawatnya dan mereka seringkali takut reputasinya akan jelek. Dalam tingkat
tertentu, masalah ini masih kita alami sampai sekarang. Victorianisme, yang
oleh seorang penulis dijuluki sebagai “penyakit lemah syahwat”, sedang ramai
dibicarakan. Sementara, zaman Victorian menghasilkan beberapa pornografi yang
hebat di mana wanita digambarkan sangat menikmati seks, pandangan resmi zaman
itu secara lebih baik digambarkan oleh Lord Acton yang menulis, “Berbahagialah
masyarakat yang memiliki gagasan bahwa wanita yang memiliki perasaan- perasaan
seksual bisa dikucilkan sebagai seorang pembawa fitnah yang hina.”
Menurut pandangan yang
berlaku pada zaman itu, kurangnya dorongan seksual merupakan suatu aspek
penting feminimitas. Konsep Victorian tentang fungsi seorang wanita jelas
dinyatakan dalam sebuah buku pegangan bagi ibu- ibu dan isteri- isteri penurut
yang ditulis pada tahun 1840an.
“Segi yang aneh pada
diri seorang wanita adalah kecenderungan sikapnya yang tekun dan penuh
perhatian untuk berada di sekitar tempat tidur, memperhatikan langkah- langkah
bayinya yang lemah, menyampaikan unsure- unsure pengetahuan kepada anaknya dan
dianugerahi senyum yang selalu merekah kepada sahabat- sahabtnya yang terbatas
di dunia ini.”
Peran wanita
sebagai seorang mitra seksual yang aktif terlalu diremehkan, namun mereka
melakukannya secara tulus dan ikhlas. Ratu Victoria memperjuangkan ide- ide
tersebut dan secara aktif mencegah kaum wanita agar tidak memasuki dunia
profesi, terutama bidang pengobatan. Harapan wanita zaman Victorian adalah bahwa
wanita hendaknya menjadi ibu dan isteri yang patuh. Kata- kata nyanyian dalam
operet Gilbert and Sullivan dipenuhi dengan wanita- wanita tua yang hidupnya
penuh kesedihan yang tidak mendapat tempat di masyarakat dan secara ekonomis
miskin bila tidak di bawah santunan seorang lelaki. Salah seorang kolega
professional Freud, ahli neuro- psikiatris Jerman, Ricard von Krafft-Ebing,
seorang penulis ternama tentang maslah patologi seksual menganggap seks itu
sendiri sebagai semacam penyakit yang menjijikkan. Berikut ini pernyataan
tentang wanita :
“Jika
mentalnya berkembang secara normal dan dibesarkan dalam lingkungan yang baik,
dorongan seksualnya kecil, Jika tidak, seluruh dunia menjadi tempat pelacuran
dan tidak mungkin adanya lembaga perkawinan dan keluarga. Tentu saja laki- laki
yang menghindari wanita dan wanita yang memburu laki- laki tidaklah normal.”
Lingkungan masyarakat
seperti itu yang tampaknya, bukanlah lingkungan yang dapat memberikan dorongan
untuk mulai menyelidiki sifat seksual laki- laki, apalagi wanita, belumlah
merupakan salah satu prestasi besar Sigmund Freud. Freud lahir di suatu daerah
yang sekarang disebut Czechoslovakia tahun 1856 , terpaut enam belas tahun
setelah Ratu Victoria menikahi suami tercintanya, Albert. Keluarga Freud pindah
keVienna ketika dia masih berusia empat
tahun dan seluruh pendidikannya dia peroleh dari pusat kebudayaan yang agung.
Agar bisa menopang kehidupan isteri dan anak- anaknya, dia meninggalkan
kariernya di dalam bidang penelitian laboratorium dan menjadi seorang ahli
neurologi dengan membuka praktek pribadi. Seperti yang dikemukakannya pada usia
delapan puluh tahun:
Saya
menemukan beberapa fakta baru yang penting tentang orang- orang yang tidak
sadar dan kehidupan psikis, peran dorongan- dorongan naluriah dan sebagainya.
Di luar ilmu pengetahuan baru, yaitu PSIKOANALISA , suatu bagian dari
psikologi, sebagai metode baru
dalam penyembuhan orang yang menderita neurosis. Saya harus membayar mahal
untuk sedikit keuntungan yang baik ini. Orang tidak percaya kepada fakta- fakta
saya dan menganggap teori- teori saya tidak logis . Perlawanan sangat kuat dan
datang tiada henti- hentinya.
Penelitian Freud telah
mengejutkan dunia Barat dan mengakibatkan dia dikucilkan oleh berbagai
masyarakat terpelajar yang mula- mula menyambutnya sebagai innovator. Kejahatannya
adalah bahwa dia menantang konsep yang berlaku yakni laki- laki adalah sebagai
manusia yang rasional dan menyatakan bahwa libido atau dorongan seks
bertanggungjawaab terhadap banyak perilaku manusia. Dengan menganalogikan
pikiran laki- laki dengan fenomena puncak es, yang hanya kelihatan bagian
puncaknya, sementara bagian terbesar gunung itu sendiri tenggelam dan tidak
kelihatan, dia menyatakan bahwa sebagian besar pikiran bersifat irasional dan
tidak sadar, dengan hanya bagian puncak dari pikiran saja atau pikiran bawah
sadar dan sadar yang muncul ke permukaan.
Dia berpendapat bahwa bagian yang lebih besar dan tidak sadar
ini, banyak di antaranya yang mengandung elemen-elemen seksual, lebih penting
dalam menuntun kehidupan kita dibandingkan bagian- bagian yang rasional, meski
berarti kita menipu diri sendiri kalau mempercayai keadaan yang sebaliknya.
Dia mengajari para ahli
terapi tentang suatu cara baru dalam menangani pasien- pasien, yakni dengan
menyimak asosiasi bebas pasien dan impian- impian mereka sebagai sarana- sarana
untuk mempelajari lebih banyak tentang diri para pasien dan membantu mereka.
Dia meminta perhatian perihal pentingnya tahun- tahun awal kehidupan dan
hubungan anak dengan lingkungan tahun-tahun awal itu.
Sigmund adalah orang
pertama yang menguraikan tentang seksualitas masa kanak- kanak dan
memperlihatkan kepada kita betapa, dalam hal ini dan banyak hal lainnya,”Anak
adalah ayah sekalian manusia.” Selain kontribusi- kntribusi yang sangat penting
itu, dia juga mengajari kita banyak hal lainnya tentang seksualitas dan sifat
manusia. Meski tidak setiap orang setuju dengan pendapatnya, Freud dan para
psikolog lainnya menganggap teori kompleks Oedipus yang tertindas sebagai salah satu prestasi besarnya. Pendek kata,
teori ini menyatakan bahwa objekerotis anak adalah ibunya dan bagi anak laki-
laki dan anak perempuan, ibu menjadi prototype semua objek yang dicintainya
kelak.
Sewaktu anak laki- laki
yang masih kecil mulai mengalami kenikmatan pada alat kelaminnya. Dia ingin
menjadikan dirinya penggoda ibunya dan menggantikan ayahnya. Karena ayahnya
lebih besar dan lebih kuat, dia tahu usahanya itu akan gagal. Disamping itu,
dia memerlukan ayahnya. Pada saat yang sama, ibunya berusaha mencegah anak
laki- lakinya yang masih kecil supaya tidak melakukan masturbasi. Jika gagal
mencegah anaknya agar tidak melakukannya, dia mungkin bisa bertindak lebih jauh
yakni mengancam bahwa sesuatu yang jelek akan terjadi jika dia masih tetap
melakukan kebiasaan yang jelek ini.
Jika anaknya yang masih
kecil itu kebetulan melihat alat kelamin wanita dan membayangkan penisnya akan
hilang sebagai suatu hukuman, dalam dirinya bisa berkembang suatu ketakutan
dikebiri. Menurut Freud, keadaan ini bisa mengakibatkan suatu ketakutan
terhadap “gejala- gejala neurotic” yang
lain, seperti ketakutan asersi diri untuk menghindari hukuman yang menakutkan
atau hukuman- hukuman lainnya,
penentangan pihak yang berwenang yakni ayahnya, karena pertahanan terbaiknya
bisa berupa serangan. Kondisi itu juga bisa mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan kepada ibunya karena adanya ketakutan pada ayahnya, perubahan pada
wanita yang “dikebiri” atau kombinasi
keduanya, hal ini kadang- kadang nantinya mengakibatkan anak menghindari dirinya
dari wanita melalui pilihan hidup membujang atau homoseksualitas.
Sikap- sikap seperti itu tetap mengendap dalam alam bawah sadar anak laki- laki, yang bisa diaktifkan kembali oleh peristiwa- peristiwa yang dihadapi kelak dalam hidupnya dan situasi ini akan mempermgaruhi perkembangan seksualitasnya ketika anak memasuki masa puber dan yang kemudian berkembang lebih lanjut pada masa dewasa.
Pembentukan Seksualitas Wanita Lesbian
Anak perempuan, menurut Freud, berkembang secara
berbeda. Karena tidak memiliki penis sejak kecil, dia tidak takut kehilangan.
Namun, anak wanita merasa iri terhadap anak laki- laki dan bukannya memiliki
kecemasan dikebiri, dia bisa memilih hidup sebagai lesbian. Atau dia mungkin
mencoba menyeimbangkan kekurangannya itu dengan mengembangkan, bukan oleh apa
yang disebut Freud sebagai “sikap feminism formal,” melain sikap pasif, suka
mengeluh dan suka bergantung dengan
orang lain. Masalah lain yang mungkin dihadapi anak perempuan adalah bahwa dia
tetap bisa marah kepada ibunya karena telah memberinya tubuh sebagai seorang
anak perempuan yang kurang sempurna. Menurut Freud, sikap ini merupakan pangkal
kompleks Elektra, dan anak perempuan ini berusaha mengganti tempat ibunya
dengan ayahnya. Semua perasaan ini tentu saja perasaan- perasaan seperti itu dengan sekuat tenaga menolak
kembalinya perasaan itu ke dalam kesadaran.
Menurut penganut Freud,
situasi ini menjelaskan kenyataan bahwa gagasan- gagasannya tampak aneh atau
ganjil dan ditolak oleh banyak orang. Akan menjadi suatu tugas yang rumit dan
menantang untuk membedakan antara apa yang ditolak karena itu tidak disadari
dengan apa yang ditolak karena itu tidak benar.
Berdasarkan anggapan
inferioritas wanita dan asumsi bahwa prototype dasar manusia adalah
maskulinitas, Freud terus mengembangkan teori- teorinys tentsng seksualitas
wanita yang menghasilkan semacam sikap- sikap cultural yang sangat mempengaruhi
Joan selama bertahun- tahun kemudian. Dia memandang klitoris sebagai suatu
organ “maskulin” yang menonjol, sebuah
penis inferior yang tidak berharga. Karena mudah dilihat dibandingkan vagina,
tentu saja klitoris ditemukan terlebih dulu oleh anak perempuan yang masih
kecil dalam permainan dan eksplorasi dirinya.
Freud mengajukan teori
bahwa sewaktu anak perempuan tumbuh dewasa dan menjadi seorang wanita, dia
harus mengehntikan ketertarikannya yang kekanak- kanakan terhadap klitorisnya
itu dan “mengubah” focus perhatiannya ke perasaan- perasaan yang menyenangkan
pada vaginanya. Vagina merupakan sebuah organ yang reseptif dan wanita
diharapkan juga bersikap reseptif. Kondisi ini dikenal sebagai “teori transfer
vagina ke klitoris.
Banyak dari teori Freud
yang sekarang diterima sebagai teori yang valid. Faktanya, dia dianggap sebagai
salah seorang raksasa yang kreatif di sepanjang zaman dengan alas an- alas an
yang baik. Memang mudah mengkritik orang- orang besar, sementara dengan asyik
bertengger di pundak mereka untuk memandang masa depan. Itu bukan maksud kami.
Namun, kenyataannya adalah bahwa Freud, meski memberikan kontribudsi-
kontribusi yang besar, telah melakukan beberapa kesalahan yang signifikan.
Kesalahan-
kesalahan tersebut berkaitan dengan keterbatasan- keterbatasan metode
penelitian dan kesadarann ya sendiri dan fakta yang sederhana bahwa sejumlah
temuan dalam antropologi dan psikologi social yang mempengaruhi para pengikut
Freud masih terasa mengganjal di masa- masa yang akan dating.
Banyak muridnya yang
lupa bahwa Freud sendiri menyadari keterbatasan- keterbatasan pemahamannya
tentang seksualitas wanita. Sewaktu menyampaikan harapannya bahwa para ahli
analisa wanita mungkin suatu bisa member keterangan tentang masalah ini, dia
berkat, “Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang
feminimitas, Anda harus menyelidiki pengalaman- pengalaman Anda sendiri atau
beralih ke pangalaman- pengalaman para penyair atau orang harus menanti sampai
ilmu pengetahuan bisa member Anda informasi yang lebih masuk akal dan lebih
mendalam.”
Metode penelitian
ilmiah Freud sebagian bertanggungjawab terhadap teotri- teori revolusiner dan
kesalahan- kesalahannya. Dia menulis bahwa prinsip- prinsip psikoanalisa
didasarkan pada pengalaman- pengalaman pribadi dan klinisnya. Yaitu pada
penyelidikan introspektif terhadap pikiran- pikiran dan perasaan- perasaan
maupun pengamatan- pengamatan para pasien dan interpretasinyanya terhadap
mereka
Pandangannya adalah
bahwa tidak seorang pun, bila tidak melakukan pengamatan- pengamatan yang
serupa, yang berhak menilai gagasan- gagasannya. Pandangan itu sampai sekarang
masih bertahan di antara para pengamat neo- Freudian.
Freud dan pengikutnya
pada dasarnya tidak bersikap kritis terhadap masyarakat dan mereka menerima
gagasan Victorian tentang spremasi kaum pria. Meskipun demikian, dari awal,
gerakan meraka sangat menarik perhatian wanita- wanita yang sangat mumpuni dan
produktif. Beberapa di antaranya memberikan kontribusi- kontribusinya yang
penting, namun hanya salah satu dari kelompok itu yang berani menantang prinsip
patriarchal. Lainnya berhasil menyesuaikan pengalaman0 pengalaman
seksualitasnya dan para pasien wanitanya ke dalam model cetakan yang khusus dibuat
Freud untuk mereka..
Tentu saja,
perkecualian patut dibuat untuk Karen Horney , M.D yang mulai menantang asumsi-
asumsi Freud semenjak tahun 1924. Meski dia bersedia mengakui bahwa
pemahamannya terhadap seksualitas wanita mungkin terbatas, Fre3du tidak
menyambut dengan senang hati ketidaksetujuannya itu. Dia member toleransi
kepada penyimpang Horney sampai tahun1938 ketika dia mengumumkan bahwa “seorang
ahli analisa waqnita yang juga belum sepenuhnya yakin terhadap kecemburuannya
terhadap penis juga gagal dalam menetapkan kepentingannya yang memadai kepada
factor tersebut pada diri para pasiennya.”