Ilmu pengetahuan tidak hanya
mengharuskan pengamatan – pengamatan diukur dan dinyatakan secara kuantitatif,
namun juga memerlukan pengamatan dari tangan pertama. Misalnya, Aristoteles
percaya bahwa suatu bobot bisa sepuluh kali lipat beratnya seperti bobot
lainnya bila dijatuhkan dengan kecepatan sepuluh kali lipat. Menurut sebuah
legenda, beberapa abad kemudian Galileo menguji keyakinan Aristoteles itu
dengan menjatuhkan dua benda dari ketinggian menara PISA untuk memperlihatkan
bahwa dua benda yang bobotnya tidak sama sesungguhnya bisa menyentuh tanah
dalam waktu yang bersamaan.
Keadaan tersebut tidak jelas sampaiMasters dan Johnson melaporkan
pengamatan- pengamatan lansung terhadap masturbasi dan hubungan seksual
sehingga kita mampu memahami dengan jelas tentang apa yang terjadi pada tubuh
manusia sebagai akibat adanya ransangan- ransangan erotis. Untuk memudahkan
pemahaman, mereka membagi siklus tanggapan seksual menjadi empat fase yaitu ransangan, plateau, orgasme dan resolusi.
Pada fase ransangan, tanggapan fisiologi pertama pada wanita adalah
keluarnya lendir vagina, sementara pada pria adalah ereksi penis. Lendir ini
tidak berbeda dengan ereksi dalam hal bahwa keduanya terjadi akibat dari
kenaikkan pasokan darah tubuh yang pada gilirannya menyebabkan memadatkannya
jaringan- jaringan disekitarnya. Diantara perubahan-perubahan lainnya dalam
fase ini adalah membengkaknya atau mengerasnya putting susu pada kebanyakan
wanita dan pada beberapa pria.
Pada fase Plateau yang sesungguhnya sebagai perangsangan lanjut,
jaringan- jaringan internal lapisan luar ketiga vagina membengkak dan
mengurangi diameter lubang vagina, yang memungkinkannya mencengkeram penis,
sementara pada pria buah zakar menjadi lebih membesar dan terdorong kearah
pinggul. Klitoris juga menegang dan menjauh dari liang vagina, sehingga menjadi
lebih sulit ditemukan. Ketegangan otot meningkat pada pria dan wanita.
Pada fase yang oleh Masters dan Johnson di sebut fase ORGASME, pada
wanita terjadi serangkaian kontraksi berirama “platform oragsme”, dan jaringan-
jaringan serta otot- otot di sekitarnya. Kontraksi otot- otot itulah yang
pertama- tama terjadi pada interval waktu kira- kira empat sampai enam kali
dalam satu detik. Kemudian interval tersebut bertambah lama dan intensitas
kontraksinya menurun.
Menurut Masters dan
Johnson, suatu oragasme yang hebat memiliki delapan sampai dua belas kontraksi,
sementara suatu orgasme yang sedang- sedang saja hanya memiliki tiga sampai
lima kontraksi. Secara obyektif, pengalaman orgasme dimulai ketika terjadi
kekajangan otot pertama. Rahim juga berkontraksi secara berirama. Reaksi
orgasme pada pria juga serupa, kecuali ada suatu proses kompleks yang biasannya
menyebabkan ejakulasi yang oleh Masters
dan Johnson diruaikan secara terinci, namun khusus hanya untuk pria.
Pada pria dan wanita, ada perubahan- perubahan yang terjadi di bagian
tubuh yang lain selama orgasme. Denyut
jantung meningkat, tekanan darah naik dan kecepatan pernafasan bertambah. Otot-
otot di seluruh tubuh mungkin berkontraksi dan kemudian relaks. Kadang- kadang
kulit memerah hamper seluruh tubuh.
Pada tahap ke empat dan atau terakhir, organ- organ tubuh secara
bertahap kembali ke kondisi sebelum terangsang. Fase Resolusi tercatat sebagai
fase paling pendek setelah fase orgasme tunggal, orgasme ganda, sementara
waktunya masih lebih lama lagi bila tidak ada orgasme setelah tahap- tahap
perangsangan dan plateau.
Sekali lagi, ada suatu permasalahan dalam metodologi penelitian, suatu
kesalahan yang diakibatkan oleh kekurangan- kekurangan ajian Kinsey dan yang
mengakibatkan munculnya dilemma yang kita pertimbangkan sekarang ini. Sebagian
karena karya Kinsey, Masters dan Johnson mengasumsikan bahwa kemampuan
melakukan masturbasi sampai mencapai orgasme dengan merangsang klitoris
merupakan tanda tanggapan seksual wanita normal.
Olehkarena itu, kemampuan melakukan maturbasi sampai mencapai orgasme
dengan cara seperti ini menjadi salah satu criteria untuk memilih subyek
penelitian. Sekarang kita menyadari bahwa mereka terlalu berlebihan dalam
memandang wanita yang memiliki fungsi seks yang berbeda.
Pandangan yang berlebihan ini menyebabkan mengapa Masters dan Johnson
mempertahankan posisinya dalam perdebatan yang berjalan lama tentang orgasme
klitorial dan orgasme vagina. Menurut mereka, semua orgasme wanita melibatkan
klitoris dan secara fisiologis tidak bisa dibedakan. Mereka percaya bahwa
perbedaan apa pun yang dirasakan merupakan perbedaan yang sangat subyektif
karena semua orgasme pada wanita melibatkan kontak dengan bagian- bagian lain
intrositas wanita (liang vagian). Ini mengakibatkan gesekan- gesekan antar
klitoris kerudung kepalanya sendiri. Gesekan- gesekan sama yang terjadi sebagai
selama msturbasi juga bias terjadi selama persetubuhan.
Ingatlah! Bahwa
Freud percaya ada dua macam orgasme, satu orgasme dihasilkan oleh perangsangan
klitorial, yang dia maskulin dan tidak matang, dan orgasme lainnya sebagai
sebagai akibat dari penetrasi vaginal, yang dia anggap feminism dan matang.
Beberap pengikut pandangan Freuadian membawa pandangannya ke suatu titik
ekstrim, dengan member label kepada wanita yang hanya bias member tanggapan
seksual secara klitorial sebagai wanita Frigid dan Neoritik.